TAQWA
Menurut Afiff Abd. Fatah Tabbarah yang
dimaksud dengan takwa yaitu takut melaksanakan hal-hal yang dimurkai Tuhan dan
takut kepada hal-hal yang merusakkan dirinya sendiri dan merusakkan orang lain.
Menurut Maftuh Ahnan intisari makna
yang terkandung dalam tawa itu meliputi tiga hal yaitu:
1. Menjauhkan
diri dari perbuatan-perbuatan yang dimurkai Tuhan.
2. Menghindarkan
perbuatan-perbuatan yang merugikan diri sendiri.
3. Menjauhkan
perbuatan-perbuatan yang merusak/merugikan orang lain.
Orang yang bertakwa memperoleh berbagai
keberutungan antara lain, mendapatkan ampunan dari dosa yang telah dilakukan
dan diberi pahala yang berlipat ganda. Hal ini tercantum dalam Al-Qur’an
QS.At-Talaq: 4-5. Selain itu masih banyak lagi keberuntungan yang akan
diperoleh oleh orang yang takwa. Sehubungan dengan hal tersebut maka setiap
mukmin pasti menginginkan untuk mencapi takwa. Namun perlu diketahui bahwa
untuk dapat mencapai takwa itu tidak selalu melalui jalan yang lurus,
sebaliknya disana-sini seringkali didapati berbagai cobaan dan godaan yang
dapat menghancurkan dirinya dari jalan yang lurus itu. Alloh berfirman dalam
surat Al-Ankabut: 3, yang arinya, “Dan sesungguhnya kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta”
(QS.An-Ankabut: 3).
Diantara berbagaiu macam cobaan dan
godaan yang sering menghadang dan perlu diwaspadai manusia menurut Imam
Al-Ghazali ada 4 macam yaitu:
a.
Dunia
dan Isinya
Segala yang ada didunia ini jika ditaksir
lebih dari pada harganya, bukanlah mendatangkan laba tetapi sebaliknya adalah
kerugian. Harta benda memang mahal, tetapi orang tidak boleh menaruh harganya
lebih dari harga sewajarnya. Memang dengan harta dapat dicapai maksud, karena
itu harta dikumpulkan. Namun sering terjadi orang mengumpulkan harta sampai
berlebih-lebih karena itu dipandang sebagai suatu kemuliaan bahkan sebagai alat
kesombongan.
Firman Alloh yang artinya “ Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk kedalam kubur. Janganlah begitu, kelak
kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu)” (QS. At-Takatsur: 1-3).
b.
Makhluk
(Manusia)
Islam mengajarkan agar umatnya hidup
bermasyarakat. Dengan hidup bermasyarakat itu, mereka dapat tolong-menolong
satu dengan yang lain dalam memecahkan segala persoalan, demi untuk kebaikan.
Firman Alloh yang artinya, “ Dan tolong
menolonglah kamu dalam ( mengerjakan ) kebaikan dan takwa dan janganlah tolong
menolongdalam (perbuatan) dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maidah: 2).
Sabda Rosululloh Saw, “ Hendaklah kamu
bersama orang banyak (berjamaah) karena pertolongan Alloh bersama orang banyak.
Sesungguhnnya syetan adalah serigala bagi manusia yang akan menerkam orang yang
terpencil, menyelamatkan diri, menjauh dan menyendiri”.
Bagi manusia, orang lain adalah teman
hidup yang sangat dibutuhkan dan membantu kehidupan seseorang untuk mencapqai
kesejahteraan lahir dan batin. Namun sebaliknya manusia (orang lain) itu dapat
juga penghalang dalam berbuat kebajikan dan bahkan dapat menjerumuskan
seseorang kepada kehinaan dan kecelakaan.
c.
Syetan
Syetan adalah makhluk yang pekerjaannya
menganggu dan menggoda manusia. Ia diberi kemampuan mamasuki dalam diri manusia
lewat peredaran darah, hanya hati nurani manusia beriman dapat menola godaan
syetan itu.
Rosululloh Saw bersabda
yang artinya:
“sesungguhnya syetan itu berjalan dalam
diri manusia menurut perjalanan darahnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Saw juga
bersabda yang artinya:
“ Tidak seorang pun diantara kita yang
tidak bersyetan, saya sendiri juga bersyetan, tetapi Allah menolong saya
menghadapi Syetan saya itu, sehingga ia saya kalahkan”
(HR. Al-Jauzi).
Berbagai macam cara dilakukan oleh
syetan untuk menyeret manusia melakukan kejahatan ataupun menghalangi melakukan
kebaikan. Menurut imam Al-Ghazali syetan menggoda manusia dalam tujuh tingkatan
yaitu:
1. Syetan
akan mengajak manusia agar manusia tidak taat kepada Alloh.
2. Syetan
akan mengajak manusia agar menunda waktu ibadah
3. Syetan
akan menajak manusia agar cepat-cepat (buru-buru) yang akibatnya tidak
sempurna.
4. Syetan
mengajak beramal dengan sempurna, tetapi dengan maksud mendapatkan pujian dari
manusia atas kesempurnaan ibadah.
5. Syetan
mengajak manusia untuk membangunkan diri dengan ibadah yang baik dan sempurna.
6. Syetan
mengajak manusia untuk beribadah dengan baik dan sempurna karena Alloh dan
tanpa membanggakan dirinya, tetapi mengharap sesuatu dari ibadahnya itu.
7. Syetan
mengajak manuisa untuk mengembalikan urusan/ibadahnya kepada takdir Alloh.
d.
Nafsu
Nafsu merupakan salah satu potensi yang
diciptakan oleh Tuhan dalam diri manusia hingga ia dapat hidup, bersemangat dan
lebih kreatif. Dengan demikian maka
nafsu sangat penting bagi kehidupan manusia. Hanya saja mengeingat tabiat nafsu
itu berkecenderungan untuk mencari kesenangan, lupa diri, bermalas-malasan,
yang membawa kesesatan, dan tidak pernah merasa puas maka manusia harus dapat
mengendalikannya agar tidak membawa kepada kejahatan.
Diantara nafsu-nafsu yang ada dalam
diri manusia yaitu:
1. Nafsu Amarah yaitu , nafsu yang melahirkan bermacam-macam keinginan
untuk dapat dipenuhi, belum memperoleh pendidikan dan bimbingan sehingga belum
bisa membedakan mana yang baik dan mana pula yang buruk.
2. Nafsu Lawwamah
yaitu, nafsu yang menyebabkan manusia
terlanjur untuk melakukan kesalahan dan menyesali perbuatan yang telah
dilakukan itu, hanya sayangnya apabila dorongan nafsu itu datang lagi ia tidak
mampu menahan nafsunya itu, walawpun setelah itu ia menyesal lagi.
3. Nafsu Mutmainnah
yaitu, nafsu yang telah mendapatkan tuntutan, bimbingan dan peliharaan yang
baik. Nafsu ini dapat mendatangkan ketenangan batin, melahirkan sikap dan
perbuatan yang baik, membentengi diri
dari perbuatan keji dan munkar bahkan
menghalau aneka ragam kejelekan serta
selalu mendorong untuk melakukan kebajiakan
dan menjauhi maksiat.
Maka dari itu pendidikan mempunyai arti
dan peranan penting bagi terdidik guna menggairahkan mereka melakukan
pengabdian kepada Tuhanya ataupun menanggulangi atau mengatasi godaan dan
cobaan yang senantiasa menghadangnya.
Sumber:
Uhbiyati Nur. 2005. Ilmu Pendidikan Islam 1. Bandung:
Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar