Senin, 05 Mei 2014

Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat Ke 6



Nama   : Nuning Surya Lestari
NPM   : 116210123
Kelas   :6E
M.K     : Semantik
Soal,
Mengapa di dalam surah Al-fatihah ayat 6 bermakna tunjukkilah kami jalan yang lurus, bukan jalan yang benar?,
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan, ”Jalan yang lurus ini adalah jalannya orang-orang yang diberi kenikmatan khusus oleh Allah, yaitu jalannya para nabi, orang-orang yang shiddiq, para syuhada dan orang-orang shalih. Bukan jalannya orang yang dimurkai, yang mereka mengetahui kebenaran namun sengaja mencampakkannya seperti halnya kaum Yahudi dan orang-orang semacam mereka. Dan jalan ini bukanlah jalan yang ditempuh orang yang sesat; yaitu orang-orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan kesesatan mereka, seperti halnya kaum Nasrani dan orang-orang semacam mereka.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 39).
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
Artinya: “Tunjukilah Kami jalan yang lurus.”
Maknanya: “Tunjukilah, bimbinglah dan berikanlah taufik kepada kami untuk meniti shirathal mustaqiim yaitu jalan yang lurus.” Jalan lurus itu adalah jalan yang terang dan jelas serta mengantarkan orang yang berjalan di atasnya untuk sampai kepada Allah dan berhasil menggapai surga-Nya. Hakikat jalan lurus (shirathal mustaqiim) adalah memahami kebenaran dan mengamalkannya. Oleh karena itu ya Allah, tunjukilah kami menuju jalan tersebut dan ketika kami berjalan di atasnya. Yang dimaksud dengan hidayah menuju jalan lurus yaitu hidayah supaya bisa memeluk erat-erat agama Islam dan meninggalkan seluruh agama yang lainnya. Adapun hidayah di atas jalan lurus ialah hidayah untuk bisa memahami dan mengamalkan rincian-rincian ajaran Islam. Dengan begitu do’a ini merupakan salah satu do’a yang paling lengkap dan merangkum berbagai macam kebaikan dan manfaat bagi diri seorang hamba. Oleh sebab itulah setiap insan wajib memanjatkan do’a ini di dalam setiap rakaat shalat yang dilakukannya. Tidak lain dan tidak bukan karena memang hamba begitu membutuhkan do’a ini (lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39).
Pimpinlah kami ke jalan yang lurus.
Shirath dapat dibaca dengan shad, siin dan zai dan tidak berubah arti.Shiraathal mustaqiim, jalan yang lurus yang jelas tidak berliku-liku. Shiraatal mustaqiim, ialah mengikuti tuntunan Allah dan Rasulullah saw. Juga berarti Kitab Allah, sebagaimana riwayat dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Asshiratul mustaqiim kitabullah'. Juga berarti Islam, sebagai agama Allah yang tidak akan diterima lainnya. An Nawas bin Sam'aan r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Allah mengadakan contoh perumpamaan suatu jalan (shirrat) yang lurus, sedang di kanan-kiri jalan ada dinding dan di pagar ada pintu-pintu terbuka, pada tiap pintu ada tabir yang menutupi pintu, dan di muka jalan ada suara berseru, "Hai manusia masuklah ke jalan ini, dan jangan berbelok dan di atas jalanan ada seruan, maka bila ada orang yang akan membuka pintu dipenngatkan, 'Celaka anda, jangan membuka, sungguh jika anda membuka pasti akan masuk'. Shiraat itu ialah Islam, dan pagar itu batas-batas hukum Allah dan pintu yang terbuka ialah yang diharamkan Allah- sedang seruan di muka jalan itu ialah kitab Allah, dn seruan di atas shiraf ialah seruan nasihat dalam hati tiap orang muslim. (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa'i).
Tujuan ayat ini minta taufik hidayat semoga tetap mengikuti apa yang diridai Allah, sebab siapa yang mendapat taufik hidayat untuk apa yang diridai Allah maka ia termasuk golongan mereka yang mendapa nikmat dari Allah daripada Nabi shiddiqin, syuhada dan shalihin. Dan siapa yang mendapat taufik hidayat sedemikian berarti ia benar-benar Islam berpegang pada kitab Allah dan sunnaturrasul, menjalankan semua perintah dan meninggalkan semua larangan syariat agama. Jika ditanya, "Mengapakah seorang mukmin harus minta hidayat, padahal ia bersalat itu berarti hidayat?" Jawabnya, "Seorang memerlukan hidayat itu pada setiap saat dan dalam segala hal keadaan kepada Allah supaya tetap terus terpimpin oleh hidayat Tuhan itu, karena itulah Allah menunjukkan jalan kepadanya supaya minta kepada Allah untuk mendapat hidayat taufik dan pimpinan-Nya. Maka seorang yang bahagia hanyalah orang yang selalu mendapat taufik hidayat Allah. Sebagaimana firman Allah dalam ayat 136, surat an-Nisa:
"Hal orang beriman percayalah kepada Allah dan Rasulullah" (an-Nisa 136).
Dalam ayat ini orang mukmin disuruh beriman, yang maksudnya supaya terus tetap imannya dan melakukan semua perintah dan menjauhi larangan, jangan berhenti di tengah jalan, yakni istiqamah hingga mati.

Tunjukkanlah kami jalan yang lurus,
Menurut Ibnu Abbas, kata “tunjukkanlah kami” (اهْدِنَا) berarti “berilah kami ilham.” Sedangkan “jalan yang lurus” (xالصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ) berarti kitab Allah. Dalam riwayat lain “jalan yang lurus” itu adalah agama Islam. Selain itu, ada juga riwayat yang menyatakan bahwa ia berarti “al-haqq” (kebenaran). Dengan demikian, menurut Ibnu Abbas lagi, kalimat “tunjukkan kami jalan yang benar” berarti “berilah kami ilham tentang agama-Mu yang benar, yaitu tiada tuhan selain Allah satu-satunya; serta tiada sekutu bagi-Nya.”[38]
Kata ash-shirath (الصِّرَاطَ) dalam ayat di atas mempunyai tiga macam cara membaca (qiraat). Pertama, mayoritas qari, membacanya dengan dengan huruf shad, sebagaimana yang tercantum dalam mushaf Utsmani.Kedua, sebagian lain membacanya dengan huruf siin, sehingga menjadi (السِرَاط).  Ketiga, dibaca dengan huruf zay (ز), sehingga menjadi (الزِراَط). [39]Sedangkan menurut bahasa, seperti dikatakan at-Thabari, kata ash-shirath (الصِّرَاطَ) berarti jalan yang jelas dan tidak bengkok.[40]
Kataاهْدِنَا  berasal dari akar kata hidayah (هداية). Menurut al-Qasimi, hidayah berarti petunjuk –baik yang berupa perkataan maupun perbuatan– kepada kebaikan. Hidayah tersebut diberikan Allah kepada hamba-Nya secara berurutan. Hidayah pertama diberikan Allah kepada manusia melalui kekuatan dasar yang dimiliki manusia, seperti pancaindra dan kekuatan berpikir. Dengan kekuatan inilah, manusia bisa memperoleh petunjuk untuk mengetahui kebaikan dan keburukan.
Hidayah kedua adalah melalui diutusnya para Nabi. Macam hidayah ini terkadang disandarkan kepada Allah, para rasul-Nya, atau Alquran. Hidayah tingkatan ketiga adalah hidayah yang diberikan oleh Allah kepada para hamba-Nya yang karena perbuatan baik mereka. Hidayahkeempat adalah hidayah yang telah ditetapkan oleh Allah di alam keabadian. Dalam pengertian hidayah keempat inilah, maka Nabi Muhammad tidak berhasil mengajak sang paman, Abi Thalib, untuk masuk Islam. (Tafsir Dari Pandangan Ulama  IMAM SYAFII hal. 41)
Pada ayat ke 6 surat Al-Fatihah memiliki arti “Tujukkanlah Kami Jalan yang Lurus” berdasarkan tafsir-tafsir yang telah dikaji oleh berbagai pendapat para ulama di atas bahwasanya jalan yang lurus merupakan jalan orang-orang yang selalu dirodhoi oleh Allah, seperti halnya jalan Shiratthol Mustakim yang nantinya manusia semua akan melewatinya, jalan ini lurus  tidak berbelok-belok dan tajam. Jadi barang siapa saja yang lenga akan terprosok ke dalam tempat yang hina yaitu neraka. Begitu besar makna yang terkandung dalam Surat Al-Fatihah ini sehingga, surat ini wajib dibaca dalam setiap rokaat dalam sholat, jikalau terlupa atau tertinggal bacaan surat Al-Fatihah ini maka tidak Syahlah Sholatnya.
Jalan yang lurus memiliki makna yang dalam karena benar-benar jalan yang  menuju kepada-Nya, baik dari segala bidang atau urusan dalam dunia ini harus berpedoman pada jalan yang lurus. Jadi jelaslah bahwasanya mengapa dalam surat al-fatihah mempunyai makna jalan yang lurus bukan jalan yang benar, jalan yang lurus merupakan jalan yang tidak berbengkok-bengkok lurus tertuju pada ajaran yang telah tertera dalam Al-quran dan Sunah nabi. Sedangkan jalan yang benar merupakan jalan yang telah dianut oleh Rasulullah dan para sahabatnya, terkadang anggapan orang berbeda-beda terkadang jalan yang  kita tuntun atau yang kita lewati sudah benar ternyata salah, karena kita hanya bisa mengikuti ajaran-ajaran yang terdahulu telah menjadi tradisi selama ini, kita tidak menetahui apakah jalan atau amalan-amalan yang kita ikuti selama ini terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul atau hanya sekedar ajaran yang mengada-adakan hal ini yang disebut dalam bidah. Jadi jalan yang benar merupakan jalan yang telah di ajarkan oleh Rasulullah dan telah diikuti oleh para  sahabat-sahabat beliau. Apabila seseorang itu berada di atas atsar, maka itu artinya dia berada di atas jalan yang benar.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 47). Dari uraian di atas jelaslah bahwasanya kita sebagai makhluk ciptaan Allah harus selalu berdoa dalam setiap rokaat sholatnya untuk selalu berda di jalan yang lurus. Karena jalan yang lurus ini lah jalan yang hanya menuju pada satu arah yaitu kepada sang kholik. Supaya dalam mengatasi segala perkara dan permasalahan di dunia ini  memang benar-benar dengan jalan istikomah yang lurus kepada-Nya dan tidak berbelok-belok seperti halnya jembatan shirat yang lurus dan tajam.  Kita memohon agar Allah  selalu menujukkan kita jalan lurus itu, sehingga sampai dengan cepat kepada yang dituju, jangan membuang waktu pada usia yang hanya sedikit, merencah-rencah dan terperosok ke jalan lain. Maka yang diminta ialah agar seluruh keperibadian kita, yang mengandung akal, nafsu syahwat, perasaan, kemauan, terkumpul menjadi satu dalam petunjuk hidayah Tuhan.

Sumber:
Muslim. Tafsir Al-fatihah. 2012. http://www.muslimsays.com/2012/01/tafsir-al-fatihah-ihdinash-shirathal.html. posting: Januari 2012. Pukul 3:20 PM
Wisata Kompasiana. 2013. Semua Orang Kelak Melalui Jembatan Shirath. http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/11/06/semua-orang-kelak-melalui-jembatan-shirath-608106.html. Posting 06 November 2013  06:07
Yusray. 2013. Tafsir Surat Al-Fatihah. http://yusray09.blogspot.com/2013/05/www.fxmuchtar.blogspot.com.html. Posting: Kamis 23 Mei 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar