Nama : Nuning Surya Lestari
NPM : 116210123
Kelas :6E
M.K : Semantik
Soal,
Mengapa
di dalam surah Al-fatihah ayat 6 bermakna tunjukkilah kami jalan yang lurus,
bukan jalan yang benar?,
Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan, ”Jalan yang lurus ini
adalah jalannya orang-orang yang diberi kenikmatan khusus oleh Allah, yaitu
jalannya para nabi, orang-orang yang shiddiq, para syuhada dan orang-orang
shalih. Bukan jalannya orang yang dimurkai, yang mereka mengetahui kebenaran
namun sengaja mencampakkannya seperti halnya kaum Yahudi dan orang-orang
semacam mereka. Dan jalan ini bukanlah jalan yang ditempuh orang yang sesat;
yaitu orang-orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan kesesatan
mereka, seperti halnya kaum Nasrani dan orang-orang semacam mereka.” (Taisir
Al-Karim Ar-Rahman, hal. 39).
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
Artinya: “Tunjukilah Kami jalan yang lurus.”
Maknanya: “Tunjukilah,
bimbinglah dan berikanlah taufik kepada kami untuk meniti shirathal mustaqiim
yaitu jalan yang lurus.” Jalan lurus itu adalah jalan yang terang dan jelas
serta mengantarkan orang yang berjalan di atasnya untuk sampai kepada Allah dan
berhasil menggapai surga-Nya. Hakikat jalan lurus (shirathal mustaqiim)
adalah memahami kebenaran dan mengamalkannya. Oleh karena itu ya Allah,
tunjukilah kami menuju jalan tersebut dan ketika kami berjalan di atasnya. Yang
dimaksud dengan hidayah menuju jalan lurus yaitu hidayah supaya bisa memeluk
erat-erat agama Islam dan meninggalkan seluruh agama yang lainnya. Adapun
hidayah di atas jalan lurus ialah hidayah untuk bisa memahami dan mengamalkan
rincian-rincian ajaran Islam. Dengan begitu do’a ini merupakan salah satu do’a
yang paling lengkap dan merangkum berbagai macam kebaikan dan manfaat bagi diri
seorang hamba. Oleh sebab itulah setiap insan wajib memanjatkan do’a ini di
dalam setiap rakaat shalat yang dilakukannya. Tidak lain dan tidak
bukan karena memang hamba begitu membutuhkan do’a ini (lihat Taisir
Karimir Rahman, hal. 39).
Pimpinlah
kami ke jalan yang lurus.
Shirath dapat dibaca dengan shad,
siin dan zai dan tidak berubah arti.Shiraathal mustaqiim, jalan yang lurus yang
jelas tidak berliku-liku. Shiraatal mustaqiim, ialah mengikuti tuntunan Allah
dan Rasulullah saw. Juga berarti Kitab Allah, sebagaimana riwayat dari Ali r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Asshiratul mustaqiim
kitabullah'. Juga berarti Islam, sebagai agama Allah yang tidak akan diterima
lainnya. An Nawas bin Sam'aan r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Allah
mengadakan contoh perumpamaan suatu jalan (shirrat) yang lurus, sedang di
kanan-kiri jalan ada dinding dan di pagar ada pintu-pintu terbuka, pada tiap
pintu ada tabir yang menutupi pintu, dan di muka jalan ada suara berseru,
"Hai manusia masuklah ke jalan ini, dan jangan berbelok dan di atas
jalanan ada seruan, maka bila ada orang yang akan membuka pintu dipenngatkan,
'Celaka anda, jangan membuka, sungguh jika anda membuka pasti akan masuk'.
Shiraat itu ialah Islam, dan pagar itu batas-batas hukum Allah dan pintu yang
terbuka ialah yang diharamkan Allah- sedang seruan di muka jalan itu ialah
kitab Allah, dn seruan di atas shiraf ialah seruan nasihat dalam hati tiap
orang muslim. (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa'i).
Tujuan ayat ini minta taufik hidayat semoga tetap
mengikuti apa yang diridai Allah, sebab siapa yang mendapat taufik hidayat
untuk apa yang diridai Allah maka ia termasuk golongan mereka yang mendapa
nikmat dari Allah daripada Nabi shiddiqin, syuhada dan shalihin. Dan siapa yang
mendapat taufik hidayat sedemikian berarti ia benar-benar Islam berpegang pada
kitab Allah dan sunnaturrasul, menjalankan semua perintah dan meninggalkan
semua larangan syariat agama. Jika ditanya, "Mengapakah seorang mukmin
harus minta hidayat, padahal ia bersalat itu berarti hidayat?" Jawabnya,
"Seorang memerlukan hidayat itu pada setiap saat dan dalam segala hal
keadaan kepada Allah supaya tetap terus terpimpin oleh hidayat Tuhan itu,
karena itulah Allah menunjukkan jalan kepadanya supaya minta kepada Allah untuk
mendapat hidayat taufik dan pimpinan-Nya. Maka seorang yang bahagia hanyalah
orang yang selalu mendapat taufik hidayat Allah. Sebagaimana firman Allah dalam
ayat 136, surat an-Nisa:
"Hal orang beriman percayalah kepada Allah dan Rasulullah" (an-Nisa 136).
Dalam ayat ini orang mukmin disuruh beriman, yang maksudnya supaya terus tetap imannya dan melakukan semua perintah dan menjauhi larangan, jangan berhenti di tengah jalan, yakni istiqamah hingga mati.
"Hal orang beriman percayalah kepada Allah dan Rasulullah" (an-Nisa 136).
Dalam ayat ini orang mukmin disuruh beriman, yang maksudnya supaya terus tetap imannya dan melakukan semua perintah dan menjauhi larangan, jangan berhenti di tengah jalan, yakni istiqamah hingga mati.
Tunjukkanlah
kami jalan yang lurus,
Menurut Ibnu Abbas, kata “tunjukkanlah kami” (اهْدِنَا) berarti “berilah kami ilham.” Sedangkan “jalan yang
lurus” (xالصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ)
berarti kitab Allah. Dalam riwayat lain “jalan yang lurus” itu adalah agama
Islam. Selain itu, ada juga riwayat yang menyatakan bahwa ia berarti “al-haqq”
(kebenaran). Dengan demikian, menurut Ibnu Abbas lagi, kalimat “tunjukkan kami
jalan yang benar” berarti “berilah kami ilham tentang agama-Mu yang benar,
yaitu tiada tuhan selain Allah satu-satunya; serta tiada sekutu bagi-Nya.”[38]
Kata ash-shirath (الصِّرَاطَ) dalam ayat di atas mempunyai tiga macam cara membaca
(qiraat). Pertama, mayoritas qari, membacanya
dengan dengan huruf shad, sebagaimana yang tercantum dalam mushaf
Utsmani.Kedua, sebagian lain membacanya dengan huruf siin,
sehingga menjadi (السِرَاط). Ketiga, dibaca dengan huruf zay (ز),
sehingga menjadi (الزِراَط). [39]Sedangkan
menurut bahasa, seperti dikatakan at-Thabari, kata ash-shirath (الصِّرَاطَ) berarti jalan yang jelas dan tidak bengkok.[40]
Kataاهْدِنَا berasal dari akar kata hidayah (هداية). Menurut al-Qasimi, hidayah berarti petunjuk –baik
yang berupa perkataan maupun perbuatan– kepada kebaikan. Hidayah tersebut
diberikan Allah kepada hamba-Nya secara berurutan. Hidayah pertama diberikan
Allah kepada manusia melalui kekuatan dasar yang dimiliki manusia, seperti
pancaindra dan kekuatan berpikir. Dengan kekuatan inilah, manusia bisa
memperoleh petunjuk untuk mengetahui kebaikan dan keburukan.
Hidayah kedua adalah melalui diutusnya para Nabi. Macam
hidayah ini terkadang disandarkan kepada Allah, para rasul-Nya, atau Alquran.
Hidayah tingkatan ketiga adalah hidayah yang diberikan oleh
Allah kepada para hamba-Nya yang karena perbuatan baik mereka. Hidayahkeempat adalah
hidayah yang telah ditetapkan oleh Allah di alam keabadian. Dalam pengertian
hidayah keempat inilah, maka Nabi Muhammad tidak berhasil mengajak sang paman,
Abi Thalib, untuk masuk Islam. (Tafsir Dari Pandangan Ulama IMAM SYAFII hal. 41)
Pada ayat ke 6 surat Al-Fatihah
memiliki arti “Tujukkanlah Kami Jalan yang Lurus” berdasarkan tafsir-tafsir
yang telah dikaji oleh berbagai pendapat para ulama di atas bahwasanya jalan
yang lurus merupakan jalan orang-orang yang selalu dirodhoi oleh Allah, seperti
halnya jalan Shiratthol Mustakim yang nantinya manusia semua akan melewatinya,
jalan ini lurus tidak berbelok-belok dan
tajam. Jadi barang siapa saja yang lenga akan terprosok ke dalam tempat yang
hina yaitu neraka. Begitu besar makna yang terkandung dalam Surat Al-Fatihah
ini sehingga, surat ini wajib dibaca dalam setiap rokaat dalam sholat, jikalau
terlupa atau tertinggal bacaan surat Al-Fatihah ini maka tidak Syahlah
Sholatnya.
Jalan yang lurus memiliki makna
yang dalam karena benar-benar jalan yang
menuju kepada-Nya, baik dari segala bidang atau urusan dalam dunia ini
harus berpedoman pada jalan yang lurus. Jadi jelaslah bahwasanya mengapa dalam
surat al-fatihah mempunyai makna jalan yang lurus bukan jalan yang benar, jalan
yang lurus merupakan jalan yang tidak berbengkok-bengkok lurus tertuju pada
ajaran yang telah tertera dalam Al-quran dan Sunah nabi. Sedangkan jalan yang
benar merupakan jalan yang telah dianut oleh Rasulullah dan para sahabatnya,
terkadang anggapan orang berbeda-beda terkadang jalan yang kita tuntun atau yang kita lewati sudah benar
ternyata salah, karena kita hanya bisa mengikuti ajaran-ajaran yang terdahulu
telah menjadi tradisi selama ini, kita tidak menetahui apakah jalan atau
amalan-amalan yang kita ikuti selama ini terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah
Rasul atau hanya sekedar ajaran yang mengada-adakan hal ini yang disebut dalam
bidah. Jadi jalan yang benar merupakan jalan yang telah di ajarkan oleh
Rasulullah dan telah diikuti oleh para sahabat-sahabat
beliau. Apabila seseorang itu berada di atas atsar, maka itu artinya dia berada
di atas jalan yang benar.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 47). Dari
uraian di atas jelaslah bahwasanya kita sebagai makhluk ciptaan Allah harus
selalu berdoa dalam setiap rokaat sholatnya untuk selalu berda di jalan yang
lurus. Karena jalan yang lurus ini lah jalan yang hanya menuju pada satu arah
yaitu kepada sang kholik. Supaya dalam mengatasi segala perkara dan
permasalahan di dunia ini memang
benar-benar dengan jalan istikomah yang lurus kepada-Nya dan tidak
berbelok-belok seperti halnya jembatan shirat yang lurus dan tajam. Kita memohon agar Allah selalu menujukkan kita jalan lurus itu,
sehingga sampai dengan cepat kepada yang dituju, jangan membuang waktu pada
usia yang hanya sedikit, merencah-rencah dan terperosok ke jalan lain. Maka
yang diminta ialah agar seluruh keperibadian kita, yang mengandung akal, nafsu
syahwat, perasaan, kemauan, terkumpul menjadi satu dalam petunjuk hidayah
Tuhan.
Sumber:
Muslim. Tafsir Al-fatihah. 2012. http://www.muslimsays.com/2012/01/tafsir-al-fatihah-ihdinash-shirathal.html.
posting: Januari 2012. Pukul 3:20 PM
Wisata Kompasiana. 2013. Semua Orang
Kelak Melalui Jembatan Shirath. http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/11/06/semua-orang-kelak-melalui-jembatan-shirath-608106.html.
Posting 06 November 2013 06:07
Yusray. 2013. Tafsir Surat Al-Fatihah. http://yusray09.blogspot.com/2013/05/www.fxmuchtar.blogspot.com.html.
Posting: Kamis 23 Mei 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar